Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan 12 faidah yang bisa dipetik dari shalat berjama’ah, yaitu :
Pertama, terjalinnya rasa kasih sayang antara sesama umat Islam. Karena dengan perjumpaan orang satu dengan yang lain dan juga dengan terjadinya saling jabat tangan di antara mereka tentu akan menumbuhsuburkan rasa kasih sayang di antara sesama mereka.
Kedua, saling terjadi perkenalan. Sehingga akan kita temui apabila ada orang lain yang belum dikenal shalat di samping mereka niscaya mereka akan bertanya siapakah orang yang shalat bersama kita ini? Maka dengan itulah kemudian terjadi saling kenal. Dan dengan ta’aruf (saling kenal) itu terdapat faidah lain yaitu jika ternyata orang itu termasuk sanak kerabat anda maka wajib bagi anda untuk menyambung silaturahim dengannya sesuai dengan kedekatan garis kerabat yang dimilikinya.
Ketiga, menampakkan salah satu syi’ar Islam. Karena shalat termasuk salah satu syi’ar Islam yang terbesar. Sehingga jika orang-orang dibiarkan saja untuk shalat di rumah mereka masing-masing tentulah tidak akan mudah diketahui oleh khalayak kalau ternyata ada ibadat shalat.
Keempat, untuk menampakkan kewibawaan umat Islam, yaitu ketika para jama’ah masuk secara berbarengan ke masjid dan keluar darinya secara bersama-sama
Kelima, untuk mengajari orang yang jahil (belum tahu). Karena kebanyakan orang bisa mengambil faidah tentang tata cara shalat yang disyari’atkan melalui media shalat jama’ah. Dimana seseorang bisa mencontoh makmum yang di sampingnya. Begitu pula makmum bisa mencontoh imamnya, dan faedah lain yang serupa.
Keenam, melatih umat Islam untuk bersatu padu dan tidak berpecah belah. Karena di dalamnya para makmum akan senantiasa bersatu mengikuti seorang imam. Sehingga apabila ditinjau dengan pandangan yang lebih luas lagi akan bisa menjadi pelajaran bagi kita untuk bersatu di bawah kepemimpinan seorang imam sehingga umat ini tidak akan berselisih dan bercerai berai.
Ketujuh, mengendalikan diri. Karena apabila orang sudah terbiasa untuk terus menerus mengikuti imam secara detail, “Jika imam bertakbir maka iapun takbir. dst” tidak berlambat-lambat, tidak mendahului dan juga tidak berbarengan tetapi mengikuti, maka dengan cara ini seorang insan tentu akan terlatih untuk bisa mengendalikan diri.
Kedelapan, kaum muslimin akan merasakan bahwa mereka adalah seolah-olah dalam satu barisan mujahid di medan jihad. Allah ta’ala berirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan Allah dengan bershaf-shaf.” (QS. ash Shaff [61] : 4). Orang yang sudah terbiasa diatur dalam barisan shalat niscaya akan mudah pula diatur ketika berada di barisan jihad.
Kesembilan, munculnya rasa kesamaan di antara kaum muslimin. Karena ketika itu orang yang kaya dan miskin bersatu, pemimpin dan rakyat bersatu, tua muda berkumpul, sehingga mereka akan merasakan kesejajaran. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika meluruskan shaf “Janganlah kalian berselisih (tidak lurus dan tidak rapat shafnya, red) , karena itu akan membuat hati-hati kalian berselisih.” (HR. Muslim)
Kesepuluh, bisa mengetahui keadaan saudaranya yang mungkin sakit sehingga tidak hadir shalat jama’ah, kemudian menjenguknya, dsb. Atau apabila saudaranya sedang kesusahan maka bisa dibantu. Allahu akbar, indah sekali syari’at Islam ini !!
Kesebelas, berkumpul untuk beribadah kepada Allah.
Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Apabila banyak orang bisa berkumpul untuk menyaksikan permainan sepak bola, bahkan jumlah mereka itu bisa mencapai beribu-ribu orang. Maka sesungguhnya mereka itu berkumpul untuk permainan dan kesia-siaan yang tidak ada faidahnya sama sekali, kecuali sedikit manfaat bagi para pemainnya saja. Adapun para penontonnya, maka jika dilihat secara keseluruhan (bukan perindividu, red) tidak ada manfaat yang bisa mereka peroleh. Sehingga saya katakan : Apabila mereka berkumpul untuk ini (shalat jama’ah) maka perkumpulan mereka dalam melaksanakan shalat –yang ia merupakan rukun Islam terbesar setelah syahadatain- merupakan ibadah yang sangat agung kepada Allah ‘azza wa jalla. Sehingga dengan cara itu mereka telah menunaikan ibadah agung ini…” (Syarh Shalat Jama’ah, hal. 18).
Renungkanlah ucapan seorang ‘alim ini saudaraku. Betapa banyak orang bisa ‘berjama’ah’ untuk menonton sepak bola, betapa banyak orang bisa berkumpul untuk kampanye partai sampai-sampai jalanan jadi macet, betapa banyak orang bisa berkumpul untuk antri sembako, antri BBM, betapa banyak orang bisa berkumpul untuk melihat pameran komputer, betapa banyak orang bisa berkumpul untuk ikut rombongan pendakian gunung, betapa banyak orang bisa berkumpul untuk konser musik atau konser nasyid, tetapi untuk shalat jama’ah, untuk ikut pengajian, dll kenapa kok tidak bisa sebagaimana ketika berjubel di pasar, di gedung pameran, di stadion atau di alun-alun??
Keduabelas, generasi akhir umat ini akan merasa terikat dengan generasi awalnya. Yaitu tatkala mereka menjadi makmum sebagaimana dahulu para sahabat juga menjadi makmum. Salah satu dari mereka menjadi imam, sebagaimana dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjadi imam bagi para sahabat radhiyallahu’anhum. Sehingga masing-masing akan merasakan bahwa mereka sedang meneladani sosok-sosok yang mulia. Dengan demikian niscaya muncul dorongan yang sangat kuat bagi umat Islam sekarang ini untuk bisa mengikuti generasi Salaf dan petunjuk mereka.
Duhai alangkah indahnya, seandainya setiap kali melakukan sebuah amalan syari’at kita bisa merasakan hal seperti ini. Yaitu kita merasa sedang berusaha untuk mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia. Sesungguhnya dengan demikian niscaya orang akan memiliki motivasi yang sangat kuat di dalam hatinya yang akan mendorongnya untuk bergabung meniti jalan salafush shalih; sehingga dia menjadi seorang Salafi (pengikut Salaf). Bukan karena masanya, akan tetapi karena akidah, amalan, perilaku dan manhajnya (sesuai dengan jalan generasi Salaf, pent). (Syarh Shalatil jama’ah, hal. 18, silakan baca buku ini hal. 17-18 untuk membaca secara langsung 12 faidah tersebut)